Tiga Tahun dalam Bayang-Bayang Kelam
Tragedi Kanjuruhan, yang terjadi pada 1 Oktober 2022, adalah salah satu titik tergelap dalam sejarah sepak bola Indonesia. Peristiwa yang menewaskan 135 orang lebih ini tidak hanya meninggalkan duka fisik, tetapi juga luka psikologis mendalam bagi ribuan korban selamat dan keluarga Aremania. Kini, tiga tahun berlalu, namun dampak emosionalnya masih terasa, terutama dalam bentuk trauma Aremania saat berinterhadapan dengan pihak kepolisian.
Dampak Psikologis Jangka Panjang
Trauma psikologis pasca-bencana atau peristiwa massal seringkali memiliki efek jangka panjang, dikenal sebagai Gangguan Stres Pascatrauma (PTSD). Bagi Aremania yang selamat, ingatan tentang gas air mata, desakan massa, dan respons keamanan yang represif menjadi pemicu utama.
Gejala yang dilaporkan oleh beberapa Aremania meliputi:
- Kecemasan Berlebihan saat berada di keramaian atau menonton pertandingan sepak bola.
- Reaksi Panik atau flashback ketika melihat seragam atau mendengar sirene polisi.
- Penghindaran terhadap tempat-tempat yang berhubungan dengan kepolisian atau stadion.
Psikolog dan konselor yang mendampingi para korban menyebutkan bahwa perjumpaan, bahkan yang tidak disengaja, dengan aparat keamanan seringkali memicu kembali memori traumatis malam itu. Ini menunjukkan adanya keretakan besar dalam kepercayaan antara suporter dan penegak hukum yang bertugas menjaga keamanan.

Upaya Pemulihan dan Kebutuhan Dukungan
Dalam tiga tahun ini, berbagai upaya telah dilakukan, mulai dari pendampingan psikososial hingga inisiatif komunitas untuk saling menguatkan. Namun, proses pemulihan trauma adalah perjalanan yang panjang dan membutuhkan dukungan berkelanjutan.
Penting bagi institusi terkait untuk menyadari bahwa trauma ini adalah konsekuensi langsung dari Tragedi Kanjuruhan. Langkah yang diperlukan bukan hanya sebatas pemulihan fisik dan kompensasi materi, tetapi juga:
- Rehabilitasi Psikologis yang Tersedia: Memastikan akses mudah dan gratis terhadap layanan kesehatan mental yang berfokus pada trauma.
- Membangun Kembali Kepercayaan (Trust Building): Melalui dialog konstruktif, inisiatif bersama antara suporter dan kepolisian yang fokus pada empati dan keamanan sipil.
- Pengakuan Institusional: Pengakuan resmi dan mendalam atas kesalahan serta kegagalan sistem pengamanan yang menyebabkan trauma ini.
Menuju Pemulihan Kolektif
Tragedi Kanjuruhan harus menjadi pelajaran abadi. Selain penuntasan kasus hukum, pemulihan emosional dan psikologis Aremania adalah utang moral yang harus dibayar tuntas. Membangun kembali rasa aman di antara suporter sepak bola adalah kunci untuk memastikan bahwa peristiwa kelam seperti ini tidak akan pernah terulang lagi di masa depan. Upaya ini menuntut komitmen dari seluruh elemen masyarakat, khususnya pemerintah dan aparat keamanan.





