
Pada 20 Agustus 2025, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) yang mengejutkan publik, menjaring Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer, atau yang akrab disapa Noel, bersama 10 orang lainnya. OTT ini terkait dugaan pemerasan dalam pengurusan sertifikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker). Penetapan Noel sebagai tersangka menjadi sorotan, sekaligus menegaskan langkah tegas pemerintah dalam memerangi korupsi.
Skandal Pemerasan Sertifikasi K3
Kasus ini terungkap setelah laporan masyarakat mengenai praktik pemerasan dalam penerbitan sertifikasi K3. KPK menemukan bahwa tarif resmi sertifikasi K3 sebesar Rp275.000 dipatok hingga Rp6 juta per pekerja, sebuah angka yang jauh melampaui upah minimum regional (UMR) buruh. Modusnya melibatkan ancaman administratif seperti memperlambat atau menghentikan proses sertifikasi bagi yang tidak membayar. Noel diduga mengetahui, membiarkan, bahkan meminta aliran dana sebesar Rp3 miliar dan sebuah motor Ducati dari praktik ini. Total dana yang diduga mengalir dari pemerasan ini mencapai Rp81 miliar sejak 2019 hingga 2025.
Pemecatan Cepat oleh Presiden Prabowo
Menanggapi penetapan tersangka, Presiden Prabowo Subianto bertindak cepat dengan mencopot Immanuel Ebenezer dari jabatan Wakil Menteri Ketenagakerjaan melalui Keputusan Presiden pada 22 Agustus 2025. Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menegaskan bahwa langkah ini menunjukkan komitmen Prabowo untuk tidak mentolerir korupsi di jajaran kabinetnya. Pernyataan ini sejalan dengan pesan berulang Presiden bahwa tidak ada pembelaan bagi pejabat yang terlibat korupsi, menjadikan kasus ini sebagai peringatan keras bagi anggota Kabinet Merah Putih.
Integritas Kemnaker di Bawah Sorotan

Kasus Noel bukanlah yang pertama di Kementerian Ketenagakerjaan. Sebelumnya, pada Juni 2025, KPK menetapkan delapan tersangka dalam kasus pemerasan tenaga kerja asing (TKA) dengan kerugian negara Rp53,7 miliar. Praktik korupsi di Kemnaker juga tercatat pada 2007, 2009, dan 2024, melibatkan pejabat tinggi seperti direktur jenderal dan kepala subdirektorat. Pengamat ketenagakerjaan, Timboel Siregar, menyebut buruknya pengurusan K3 sebagai “masalah klasik” yang berkontribusi pada meningkatnya kecelakaan kerja dalam enam tahun terakhir. Kasus ini menunjukkan perlunya reformasi menyeluruh di Kemnaker untuk memastikan integritas dan profesionalisme.
Penyitaan Aset dan Dugaan Pencucian Uang
Dalam OTT, KPK menyita 24 kendaraan, termasuk 15 mobil dan 7 motor, termasuk sebuah Ducati yang diduga diterima Noel. Menariknya, aset ini tidak sesuai dengan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Noel pada Januari 2025, yang hanya mencatat lima kendaraan senilai Rp3,3 miliar dari total kekayaan Rp17,6 miliar. KPK juga menduga adanya aliran dana lain yang mengarah pada tindak pidana pencucian uang (TPPU), dengan indikasi dana digunakan untuk pembelian properti dan penyertaan modal ke perusahaan. Penyidikan lebih lanjut tengah dilakukan untuk mengungkap jaringan korupsi yang lebih luas.
Langkah Tegas KPK dan Implikasinya
Penetapan Noel sebagai tersangka menegaskan peran KPK dalam memberantas korupsi, terutama melalui OTT yang kembali menunjukkan efektivitasnya. Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat bahwa OTT KPK menurun drastis pada 2019-2024 dibandingkan 2014-2019, sehingga operasi ini menjadi sinyal kuat bahwa KPK masih mampu menindak pejabat tinggi. Kasus ini juga menjadi “tamparan” bagi Kabinet Prabowo, mengingat Noel adalah anggota kabinet pertama yang terseret korupsi dalam waktu singkat menjabat. KPK kini didorong untuk menelusuri keterlibatan pihak lain, termasuk menteri atau inspektorat internal Kemnaker, guna memastikan pembersihan menyeluruh.
Pengakuan Bersalah dan Harapan Amnesti
Pada 2 September 2025, Immanuel Ebenezer mengaku bersalah dan menyatakan tidak akan mengajukan praperadilan. Ia meminta maaf kepada Presiden Prabowo dan sempat berharap mendapat amnesti, meski permintaan ini ditolak KPK dengan tegas. Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menegaskan bahwa Noel harus mengikuti proses hukum yang berjalan, termasuk penyidikan, penuntutan, hingga persidangan. Langkah ini menunjukkan bahwa hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu, bahkan terhadap mantan pejabat tinggi.
Kesimpulan: Komitmen Pemberantasan Korupsi
Kasus Immanuel Ebenezer menjadi cerminan tantangan berat dalam pemberantasan korupsi di Indonesia, yang berada di peringkat 99 dari 180 negara dalam Indeks Persepsi Korupsi 2024. Namun, tindakan cepat KPK dan respons tegas Presiden Prabowo menunjukkan komitmen kuat untuk membersihkan pemerintahan dari praktik korupsi. Reformasi sistemik di Kemnaker, penguatan pengawasan internal, dan seleksi pejabat berintegritas menjadi langkah penting untuk mencegah kasus serupa di masa depan. Kasus ini juga menjadi pengingat bahwa pemberantasan korupsi memerlukan aksi nyata, bukan sekadar janji.