Konflik Perbatasan Kamboja-Thailand Tutup Kawasan Wisata

Sengketa perbatasan antara Kamboja dan Thailand kembali memanas, menyebabkan penutupan kawasan wisata di wilayah perbatasan, terutama di sekitar kuil kuno seperti Preah Vihear dan Ta Muen Thom. Konflik yang berakar pada ketidakjelasan batas wilayah sepanjang 817 kilometer ini meningkat sejak insiden baku tembak pada 28 Mei 2025, yang menewaskan seorang tentara Kamboja di wilayah Segitiga Zamrud, titik pertemuan perbatasan Thailand, Kamboja, dan Laos.

Latar Belakang Konflik

Sengketa ini bermula dari peta yang dibuat oleh pemerintah kolonial Prancis pada 1907, saat Kamboja masih menjadi koloninya. Thailand mempersoalkan garis batas yang mengikuti alur sungai alami, terutama di sekitar Kuil Preah Vihear, yang pada 1962 diputuskan oleh Mahkamah Internasional (ICJ) sebagai milik Kamboja. Namun, wilayah di sekitar kuil tetap menjadi sumber ketegangan, dengan puncaknya pada 2008 saat Kamboja mendaftarkan kuil tersebut sebagai Warisan Dunia UNESCO, memicu bentrokan bersenjata hingga 2011 yang menewaskan sedikitnya 28 orang.

Pada 2013, ICJ kembali menegaskan bahwa tanah di sekitar Preah Vihear milik Kamboja, memerintahkan Thailand untuk menarik pasukannya. Meski demikian, Thailand menolak yurisdiksi ICJ dan bersikeras menyelesaikan sengketa secara bilateral melalui Komisi Perbatasan Bersama (JBC). Ketegangan terbaru pada 2025 dipicu oleh insiden seperti larangan wisatawan Kamboja menyanyikan lagu kebangsaan di kuil Prasat Ta Muen Thom pada Februari 2025, diikuti baku tembak pada Mei, dan eskalasi serius pada 24 Juli 2025, yang melibatkan serangan udara jet tempur F-16 Thailand ke posisi militer Kamboja.

Eskalasi Terkini dan Penutupan Perbatasan

Pada 24 Juli 2025, bentrokan bersenjata pecah di sekitar kuil Ta Muen Thom di Provinsi Surin, Thailand, dan Oddar Meanchey, Kamboja. Thailand menuduh Kamboja menembakkan roket BM-21 ke wilayah pemukiman dan menggunakan drone pengintai, sementara Kamboja membantah tuduhan tersebut, menyebut Thailand melanggar kesepakatan patroli perbatasan tahun 2000. Insiden ranjau darat, termasuk yang melukai lima tentara Thailand pada 23 Juli, semakin memperburuk situasi.

Akibatnya, Thailand menutup semua pos perbatasan resmi dengan Kamboja sejak 23 Juni 2025, termasuk penyeberangan utama di Aranyaprathet-Poipet, yang biasanya ramai dikunjungi wisatawan menuju Siem Reap dan kompleks Angkor Wat. Kamboja juga menutup titik penyeberangan seperti Chong An Ma dan menghentikan impor komoditas Thailand, termasuk bahan bakar, buah, dan sayuran. Penutupan ini berdampak signifikan pada pariwisata dan perdagangan, dengan penurunan drastis jumlah wisatawan dan pemesanan hotel di wilayah seperti Sa Kaeo dan Surin.

Kawasan wisata seperti Prasat Ta Muen Thom dan Ta Kwai telah ditutup untuk pengunjung, sebagaimana diumumkan oleh Menteri Pariwisata dan Olahraga Thailand, Nattareeya Thaweewong, pada 24 Juli 2025. Penutupan ini menyebabkan kerugian ekonomi bagi penduduk lokal yang bergantung pada pariwisata dan perdagangan lintas batas. Ribuan wisatawan dan pekerja, termasuk yang membawa anak-anak, terlantar di pos pemeriksaan seperti Ban Khlong Luek.

Dampak Sosial dan Ekonomi Dari Adanya Konflik

Konflik ini tidak hanya mengganggu pariwisata, tetapi juga kehidupan warga lokal. Di Aranyaprathet, pedagang seperti Ball, yang memiliki toko ganja, melaporkan penurunan pendapatan hingga 75% sejak penutupan perbatasan. Pekerja migran Kamboja masih diizinkan melintas di beberapa pos, tetapi pembatasan jam operasional dan larangan kendaraan besar telah menghambat aktivitas ekonomi. Kamboja, yang mengimpor barang senilai 3,8 miliar dolar AS dari Thailand pada 2022, kini menghadapi tantangan logistik akibat boikot impor.

Warga sipil di kedua sisi perbatasan, seperti di desa Pong Tuek, Kamboja, terpaksa mengungsi akibat pertempuran. Pada 25 Juli 2025, evakuasi massal dilakukan di Provinsi Oddar Meanchey, dengan warga berlindung di tempat penampungan sementara. Ketegangan juga memicu protes nasionalis, seperti di Phnom Penh, di mana puluhan ribu warga mendukung langkah Kamboja menggugat Thailand ke ICJ.

Upaya Diplomasi dan Tantangan Politik

Meskipun kedua negara menyatakan komitmen untuk menyelesaikan konflik secara damai, pendekatan mereka berbeda. Kamboja, di bawah Perdana Menteri Hun Manet, bersikeras membawa sengketa ke ICJ, dengan surat resmi dikirim pada 15 Juni 2025 untuk meminta keputusan atas empat wilayah sengketa: Mom Bei, Ta Moan Thom, Ta Moan Tauch, dan Ta Krabei. Thailand, di sisi lain, lebih memilih mekanisme bilateral melalui JBC, yang terakhir kali bertemu pada 14 Juni 2025 di Phnom Penh.

Konflik Perbatasan Kamboja-Thailand Tutup Kawasan Wisata

Konflik ini juga memicu krisis politik di Thailand. Perdana Menteri Paetongtarn Shinawatra diskors pada 1 Juli 2025 setelah rekaman percakapannya dengan mantan PM Kamboja Hun Sen bocor, di mana ia menyebut Hun Sen “paman” dan mengkritik militer Thailand. Hal ini memicu kemarahan publik dan menyebabkan Partai Bhumjaithai keluar dari koalisi pemerintahan, mengguncang stabilitas politik Thailand.

ASEAN, di bawah kepemimpinan Malaysia, berupaya memediasi. Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim menyerukan deeskalasi dan negosiasi, namun upaya sebelumnya, seperti pada 2011, sering kali gagal akibat perbedaan pendekatan antara kedua negara. Negara-negara seperti AS, Australia, dan Inggris telah mengeluarkan peringatan perjalanan, menyoroti risiko keamanan di wilayah perbatasan.

Prospek Penyelesaian

Sengketa perbatasan Kamboja-Thailand bukan hanya soal wilayah, tetapi juga dipicu oleh sentimen nasionalis dan kepentingan politik domestik. Analis seperti Tita Sanglee dari ISEAS-Yusof Ishak Institute memprediksi bahwa eskalasi militer besar-besaran tidak mungkin terjadi, tetapi dampak ekonomi akan terus terasa jika penutupan perbatasan berlanjut. Dialog melalui JBC dan tekanan dari ASEAN serta komunitas internasional menjadi kunci untuk mencegah konflik lebih lanjut.

Hingga Juli 2025, situasi tetap tegang dengan kehadiran militer yang meningkat di kedua sisi perbatasan. Wisatawan disarankan untuk menghindari wilayah seperti Preah Vihear, Ta Muen Thom, dan Sa Kaeo, serta mencari destinasi alternatif yang lebih aman di Thailand dan Kamboja.

Penutup

Konflik perbatasan Kamboja-Thailand yang memanas telah mengganggu stabilitas kawasan, pariwisata, dan ekonomi lokal. Penutupan kawasan wisata di perbatasan menjadi pengingat bahwa sengketa wilayah yang berlarut-larut membutuhkan solusi jangka panjang melalui diplomasi dan kerja sama regional. Dengan keterlibatan ASEAN dan tekanan internasional, kedua negara diharapkan dapat menemukan jalan damai untuk mengakhiri ketegangan ini.

Related Posts

IShowSpeed Prediksi Indonesia Juara Piala Dunia 2030

YouTuber terkenal asal Amerika Serikat, Darren Jason Watkins Jr., atau lebih dikenal sebagai IShowSpeed, menggemparkan dunia sepak bola dengan prediksi beraninya: Timnas Indonesia akan menjadi juara Piala Dunia 2030. Pernyataan…

Jay Idzes Jadi Incaran Genoa: Langkah Besar di Serie A

Profil Jay Idzes dan Performa Gemilang Jay Idzes, kapten Timnas Indonesia dan bek tengah Venezia, menjadi sorotan di bursa transfer musim panas 2025. Pemain berusia 25 tahun ini telah menunjukkan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *