
Timnas Indonesia U-23 gagal lolos ke Piala Asia U-23 2026 setelah kalah 0-1 dari Korea Selatan di kualifikasi. Pelatih Gerald Vanenburg menyalahkan minimnya menit bermain pemain di klub domestik, sementara media Vietnam mengejek performa pemain naturalisasi yang dianggap mengecewakan. Nasib serupa dialami Malaysia U-23 yang kalah dramatis dari Thailand.
Latar Belakang Kualifikasi yang Penuh Tantangan
Kualifikasi Piala Asia U-23 2026 berlangsung sengit dari 3 hingga 9 September 2025, dengan 44 tim dibagi ke 11 grup. Hanya juara grup dan empat runner-up terbaik yang lolos ke turnamen final di Arab Saudi pada Januari 2026. Timnas Indonesia U-23 tergabung di Grup J bersama Korea Selatan, Laos, dan Makau. Harapan tinggi setelah runner-up Piala AFF U-23 2025, tapi hasil buruk justru menimpa Garuda Muda. Mereka imbang 0-0 lawan Laos, menang telak 5-0 atas Makau, tapi kalah 0-1 dari Korea Selatan di laga hidup-mati di Stadion Gelora Delta, Sidoarjo, pada 9 September 2025.
Kekecewaan di Laga Hidup-Mati Melawan Korea Selatan
Laga penentu Grup J menjadi mimpi buruk bagi Timnas U-23. Korea Selatan, yang sudah unggul 6 poin dari dua kemenangan sebelumnya (5-0 atas Makau dan 7-0 atas Laos), hanya butuh hasil imbang untuk lolos. Gol tunggal Korea di babak pertama membuat Indonesia takluk, meski Vanenburg sudah menerapkan taktik agresif. Pemain seperti Rafael Struick dan Jens Raven berjuang keras, tapi lini depan gagal menembus pertahanan solid lawan. Hasil ini memastikan Korea juara grup dan lolos otomatis, sementara Indonesia tereliminasi karena tak tembus empat besar runner-up terbaik dengan selisih gol +5. Kegagalan ini menyisakan kekecewaan besar, terutama setelah skuad diperkuat pemain naturalisasi yang diharapkan bersinar.
Kritik Pedas Gerald Vanenburg: Klub Domestik Penyebab Utama
Pelatih asal Belanda, Gerald Vanenburg, tak segan menyalahkan klub-klub domestik atas kegagalan ini. Menurutnya, masalah fisik dan finishing buruk tim disebabkan minimnya jam terbang pemain di liga lokal seperti Super League. “Pemain Korea bermain setiap minggu di kompetisi domestik, itu membuat mereka lebih siap. Pemain kita jarang dapat menit bermain, bahkan kurang dari 40 menit per laga,” ujar Vanenburg pasca-laga. Ia menyoroti ironi regulasi U-23 di liga yang seharusnya mendukung regenerasi, tapi justru tak efektif. Kritik ini sejalan dengan keluhan sebelumnya usai imbang lawan Laos, di mana Vanenburg meminta PSSI dan klub bekerja sama untuk beri kesempatan lebih bagi talenta muda. Tanpa perbaikan ini, Vanenburg khawatir prestasi timnas U-23 sulit naik level.
Ejekan Media Vietnam: Pemain Naturalisasi “Mengecewakan”

Kegagalan Indonesia langsung memicu ejekan dari media Vietnam, Soha VN, yang fokus pada pemain naturalisasi. “Mereka tak bersinar, benar-benar mengecewakan,” tulis media itu, merujuk pada performa Rafael Struick, Jens Raven, dan lainnya yang gagal cetak gol krusial. Vietnam, yang lolos lewat Grup C setelah menang atas Bangladesh dan imbang Yaman, melihat ini sebagai pembalasan atas rivalitas regional. Meski naturalisasi pernah bawa Indonesia ke semifinal Piala Asia U-23 2024, kali ini dianggap gagal adaptasi. Ejekan ini menambah tekanan pada PSSI, yang terus andalkan diaspora untuk kuatkan skuad.
Nasib Serupa Malaysia U-23: Kalah Dramatis dari Thailand
Tak hanya Indonesia, Malaysia U-23 juga alami nasib serupa di Grup F. Mereka kalah 0-1 dari Thailand di menit akhir laga penentu pada 9 September 2025, di Stadion Thammasat, Pathum Thani. Gol kemenangan Thailand lahir dari situasi bola mati, mirip mimpi buruk Piala AFF U-23 2025 di mana Malaysia gagal lolos fase grup. Sebelumnya, Malaysia kalah 0-1 dari Lebanon dan menang 5-0 atas Mongolia, tapi kekalahan ini pastikan mereka tak lolos. Thailand, juara grup, maju ke final turnamen berkat dominasi di ASEAN. Kegagalan tandem ini tunjukkan tantangan tim U-23 kawasan, di mana Thailand dan Vietnam tetap unggul.
Pelajaran dan Harapan ke Depan
Kegagalan Timnas Indonesia U-23 jadi pengingat urgensi reformasi sepak bola domestik. Vanenburg desak PSSI gelar kompetisi khusus U-23 atau Copa Indonesia untuk tingkatkan jam terbang. Meski kecewa, skuad muda ini punya potensi; Rafael Struick cs butuh dukungan lebih. Dengan evaluasi mendalam, Garuda Muda bisa bangkit di SEA Games 2025 atau kualifikasi selanjutnya. Fokus pada regenerasi lokal dan naturalisasi bijak jadi kunci sukses jangka panjang.