Waspada Kasus Keracunan MBG: Higiene Dapur Jadi Kunci Utama
Program pemberian Makanan Bergizi (MBG) telah menjadi sorotan utama dalam upaya peningkatan gizi masyarakat, terutama anak sekolah. Namun, belakangan ini, pelaksanaan program tersebut diguncang oleh serangkaian kasus keracunan MBG yang dilaporkan di berbagai daerah, seperti Bangkalan, Mamuju, dan Ngawi. Kejadian ini menimbulkan kekhawatiran publik dan mendesak pemerintah untuk segera mengambil tindakan tegas.
Insiden keracunan ini menunjukkan adanya celah serius dalam rantai pasok dan penyiapan makanan. Beberapa laporan mengindikasikan bahwa makanan yang disajikan berpotensi terkontaminasi, bahkan ditemukan dalam kondisi berulat atau basi, mengancam kesehatan ratusan siswa.
Investigasi Menyeluruh dan Penertiban Pemerintah
Menanggapi laporan keracunan yang terjadi, pemerintah pusat melalui Badan Gizi Nasional (BGN) dan pemerintah daerah terkait langsung bergerak cepat. Fokus utama investigasi adalah dapur penyedia MBG yang bertanggung jawab atas penyiapan makanan.
Investigasi ini bertujuan untuk mengidentifikasi akar masalah, mulai dari sumber bahan baku, proses pengolahan, hingga distribusi. Langkah-langkah penertiban yang diambil menunjukkan keseriusan pemerintah, di antaranya adalah:

- Penutupan Sementara Dapur: Beberapa dapur penyedia di lokasi kejadian, seperti di Mamuju, ditutup sementara sambil menunggu hasil investigasi tuntas.
- Kewajiban Sertifikasi: Pemerintah Kabupaten Bangkalan mewajibkan semua Satuan Pelaksana Program Gizi (SPPG) untuk segera mengurus Sertifikat Laik Higienis Sanitasi (SLHS).
- Audit Higiene: Peningkatan pengawasan dan audit mendadak pada seluruh dapur MBG untuk memastikan kepatuhan terhadap standar keamanan pangan.
Sertifikat Laik Higienis: Benteng Pertahanan Keamanan Pangan
Kasus keracunan ini dengan jelas menyoroti bahwa sertifikasi laik higienis bukan sekadar formalitas, melainkan benteng pertahanan utama dalam program pemberian makanan massal. SLHS memastikan bahwa dapur dan proses pengolahan makanan memenuhi standar kebersihan yang ketat, meminimalisir risiko kontaminasi bakteri, virus, atau zat berbahaya lainnya.
Waka BGN Nanik melaporkan bahwa hingga saat ini, baru sebagian dari total dapur MBG yang sudah mengantongi sertifikat higiene sanitasi. Kondisi ini menjadi PR besar yang harus segera diselesaikan. Pemerintah daerah, seperti di Tangsel, kini memberlakukan syarat ketat bagi dapur MBG agar mendapatkan sertifikat.
Masyarakat dan orang tua harus proaktif meminta transparansi mengenai status SLHS dapur yang melayani anak-anak mereka. Keberhasilan Program Gizi Nasional ini sangat bergantung pada kualitas dan keamanan makanan yang disajikan. Kasus di Bangkalan, Mamuju, dan Ngawi harus menjadi momentum bagi semua pihak untuk memperketat pengawasan, meningkatkan edukasi higiene, dan memastikan bahwa kesehatan generasi penerus bangsa tidak terancuh oleh kelalaian standar kebersihan.





