Goncangan Mendadak di Pucuk Pemerintahan
Pada hari ini, kancah politik Madagaskar diguncang oleh peristiwa luar biasa: pemakzulan (impeachment) terhadap Presiden. Keputusan ini datang dari Parlemen setelah terjadi serangkaian demonstrasi dan ketegangan politik yang memuncak. Meskipun detail lengkap mengenai tuduhan pemakzulan masih diselidiki, faktor utama yang memicu langkah drastis ini diperkirakan adalah dugaan penyalahgunaan wewenang dan kegagalan dalam mengelola krisis ekonomi yang berkepanjangan.
Pemakzulan ini segera menciptakan kekosongan kekuasaan yang signifikan. Dalam sistem pemerintahan normal, posisi Presiden akan diambil alih oleh Wakil Presiden atau Ketua Senat. Namun, dinamika politik yang kompleks dan campur tangan elemen non-sipil membuat transisi kekuasaan kali ini berjalan di luar jalur konstitusional.
Militer Ambil Alih Kendali: Sosok Kolonel di Tengah Kekacauan
Di tengah kekosongan tersebut, perhatian publik dan internasional tertuju pada sosok Kolonel Andry Rajoelina, yang segera muncul sebagai figur kunci dalam transisi kekuasaan. Kolonel Rajoelina, yang memiliki rekam jejak signifikan di militer, mengumumkan pembentukan badan transisi untuk memimpin negara.
Langkah ini, yang secara de facto merupakan pengambilalihan kekuasaan oleh militer—meskipun mungkin dikemas dalam narasi penyelamatan negara—telah menimbulkan kekhawatiran besar. Sejarah politik Madagaskar diwarnai oleh intervensi militer, dan kemunculan Rajoelina ini dikhawatirkan akan mengulangi siklus ketidakstabilan yang pernah terjadi di masa lalu.
Kolonel Rajoelina sendiri dilaporkan telah mengambil langkah-langkah untuk:

- Membubarkan Parlemen yang telah memveto Presiden.
- Menyatakan pembatalan beberapa keputusan penting yang dibuat oleh pemerintahan sebelumnya.
- Berjanji untuk mengadakan pemilihan umum dalam waktu yang akan ditetapkan kemudian.
Reaksi Internasional dan Masa Depan Demokrasi
Reaksi dari komunitas internasional sangat beragam, tetapi cenderung waspada. Uni Afrika (AU), yang memiliki kebijakan ketat terhadap perubahan pemerintahan yang tidak konstitusional, diperkirakan akan segera mengeluarkan pernyataan keras, bahkan mungkin menangguhkan keanggotaan Madagaskar. Negara-negara besar seperti Perancis (mantan penjajah) dan Amerika Serikat telah menyerukan pengekangan diri dan menuntut agar transisi kekuasaan dilakukan secara damai dan berdasarkan hukum.
Krisis ini sekali lagi menyoroti kerentanan demokrasi di Madagaskar. Kebangkitan figur militer sebagai pemimpin transisi, terlepas dari dukungan populer yang mungkin dimilikinya saat ini, mengirimkan sinyal negatif bahwa kekuatan sipil masih belum sepenuhnya mengendalikan kekuasaan. Masa depan Madagaskar kini berada di tangan Rajoelina dan dewan militernya, dengan tantangan besar untuk:
- Menenangkan pasar dan investor.
- Memastikan keamanan di tengah gejolak domestik.
- Menepati janji untuk mengembalikan kekuasaan kepada pemerintahan sipil melalui pemilu yang adil dan transparan.
Pemakzulan Presiden dan pengambilalihan kendali oleh seorang Kolonel menandai babak baru yang tidak terduga dan penuh risiko bagi negara pulau di Samudra Hindia ini.





