Nadiem Makarim Tersangka Korupsi Chromebook Rp1,98 T

Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi menetapkan mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook pada 4 September 2025. Kasus ini terkait program digitalisasi pendidikan periode 2019–2022, yang diduga merugikan negara hingga Rp1,98 triliun. Penetapan status tersangka ini mengejutkan publik, mengingat Nadiem dikenal sebagai tokoh inovatif yang mendirikan Gojek sebelum menjabat menteri. Artikel ini mengulas kronologi kasus, peran Nadiem, dan implikasinya terhadap dunia pendidikan dan hukum di Indonesia.

Kronologi Kasus Pengadaan Laptop Chromebook

Kasus ini bermula dari program digitalisasi pendidikan di bawah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) yang menggunakan anggaran sebesar Rp9,9 triliun untuk pengadaan laptop berbasis sistem operasi ChromeOS (Chromebook) pada 2020–2022. Tujuannya adalah mendukung pembelajaran daring, terutama di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T), di tengah pandemi Covid-19.

Penyelidikan Kejagung mengungkap bahwa Nadiem Makarim, yang menjabat sebagai Mendikbudristek periode 2019–2024, diduga mengarahkan penggunaan Chromebook melalui pertemuan dengan perwakilan Google Indonesia pada Februari 2020. Pertemuan ini membahas kerja sama dalam program Google for Education, yang mencakup penggunaan Chromebook untuk siswa. Pada 6 Mei 2020, Nadiem menggelar rapat daring dengan pejabat kementerian, termasuk Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar, dan Menengah, serta staf khususnya, untuk memastikan penggunaan ChromeOS dalam pengadaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), meskipun proses pengadaan belum dimulai.

Kejagung juga menemukan bahwa Nadiem menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 5 Tahun 2021, yang mengunci spesifikasi ChromeOS dalam pengadaan, sehingga dinilai menguntungkan pihak tertentu. Padahal, kajian awal Kemendikbudristek menunjukkan Chromebook memiliki kelemahan, seperti ketergantungan pada koneksi internet, yang kurang cocok untuk daerah 3T.

Peran Nadiem Makarim dan Tersangka Lain

Nadiem Makarim Tersangka Korupsi Chromebook Rp1,98 T

Nadiem bukan satu-satunya tersangka dalam kasus ini. Kejagung telah menetapkan empat tersangka lain, termasuk Jurist Tan (mantan staf khusus Nadiem), Fiona Handayani (staf khusus lainnya), Mulyatsyah (mantan Direktur SMP Kemendikbudristek), dan Sri Wahyuningsih (mantan Direktur Sekolah Dasar). Mereka diduga memuluskan pengadaan Chromebook dengan membuat petunjuk pelaksanaan yang mengarahkan pada produk tertentu, melanggar Perpres Nomor 16 Tahun 2018 dan Perpres Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Menurut Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Nurcahyo Jungkung Madyo, Nadiem memberikan instruksi langsung kepada anak buahnya untuk menggunakan Chromebook, bahkan sebelum kajian teknis selesai. Selain itu, adanya grup WhatsApp “Mas Menteri Core Team” yang beranggotakan Nadiem, Jurist Tan, dan Fiona Handayani menunjukkan perencanaan awal pengadaan sejak Agustus 2019, sebelum Nadiem dilantik.

Kerugian negara sebesar Rp1,98 triliun masih dalam perhitungan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Nadiem disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Ia ditahan selama 20 hari di Rutan Salemba, Jakarta Selatan, mulai 4 September 2025.

Respons dan Kontroversi

Penetapan Nadiem sebagai tersangka memicu beragam reaksi. Hotman Paris Hutapea, salah satu kuasa hukum Nadiem, menantang Kejagung untuk mengadakan adu fakta di hadapan Presiden Prabowo Subianto, menyatakan bahwa Nadiem tidak bersalah. Namun, Kejagung dan Istana menegaskan bahwa proses hukum akan berjalan sesuai bukti dan fakta.

GoTo Gojek Tokopedia, perusahaan yang didirikan Nadiem, menegaskan bahwa operasional mereka tidak terkait dengan pengadaan Chromebook. Meski demikian, Kejagung sempat menggeledah kantor GoTo pada Juli 2025 untuk mencari bukti, meskipun tidak ada rincian lebih lanjut yang diungkap.

Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Komite Pemantau Legislatif (KOPEL) mengkritik pengadaan ini, menyoroti bahwa kebutuhan mendesak seperti pemerataan akses internet dan perbaikan fasilitas sekolah seharusnya diprioritaskan ketimbang distribusi laptop. Mereka juga mendesak Kejagung untuk menelusuri aliran dana dan keterlibatan pejabat lain.

Implikasi terhadap Dunia Pendidikan dan Hukum

Kasus ini menambah daftar panjang korupsi di sektor pendidikan. Menurut ICW, sejak 2016–2021, terdapat 240 kasus korupsi pendidikan dengan kerugian negara Rp1,6 triliun. Kasus Chromebook menunjukkan kerentanan sektor pendidikan terhadap penyimpangan, terutama dalam pengadaan barang dan jasa.

Program digitalisasi pendidikan yang diinisiasi Nadiem awalnya bertujuan meningkatkan kualitas pembelajaran di era digital. Namun, pemilihan teknologi yang tidak sesuai dengan kondisi riil, seperti keterbatasan infrastruktur internet di daerah 3T, serta dugaan penyalahgunaan wewenang, justru menghambat tujuan tersebut.

Secara hukum, kasus ini menegaskan komitmen Kejagung untuk menindak korupsi di level tinggi. Penyelidikan paralel oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait proyek Google Cloud di Kemendikbudristek juga menunjukkan kompleksitas kasus ini. KPK berfokus pada penunjukan langsung rekanan, yang diduga melanggar prosedur di tengah situasi darurat pandemi.

Tantangan ke Depan

Kasus ini menimbulkan pertanyaan besar tentang transparansi dan akuntabilitas dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah. Peneliti antikorupsi, Herdiansyah Hamzah, menekankan perlunya perbaikan kualifikasi pejabat tinggi dan penelusuran aliran dana untuk mengungkap pihak lain yang mungkin terlibat.

Bagi Nadiem, yang sebelumnya dikenal sebagai pengusaha sukses dan menteri dengan citra inovatif, kasus ini menjadi noda besar dalam kariernya. Publik kini menanti perkembangan penyidikan, termasuk apakah akan ada tersangka lain atau temuan baru yang dapat mengungkap jaringan korupsi lebih luas.

Kesimpulan

Penetapan Nadiem Makarim sebagai tersangka dalam kasus korupsi pengadaan laptop Chromebook menyoroti tantangan besar dalam mewujudkan digitalisasi pendidikan yang transparan dan efektif. Dengan kerugian negara mencapai Rp1,98 triliun, kasus ini menjadi peringatan akan pentingnya pengawasan ketat terhadap proyek-proyek besar pemerintah. Kejagung diharapkan terus mengusut kasus ini secara tuntas, sementara publik menantikan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan digitalisasi pendidikan untuk mencegah kasus serupa di masa depan.

Related Posts

Timnas Indonesia vs Lebanon: Uji Coba Krusial di GBT

Malam ini, Senin, 8 September 2025, Timnas Indonesia akan menjamu Timnas Lebanon dalam laga uji coba FIFA Matchday di Stadion Gelora Bung Tomo (GBT), Surabaya, dengan kick-off pukul 20.30 WIB.…

Politik Indonesia: Stabilitas Ekonomi di Tengah Demo

Situasi politik di Indonesia kembali memanas sepanjang akhir Agustus hingga awal September 2025. Gelombang demonstrasi yang melanda berbagai kota, termasuk Jakarta, Bandung, dan Jambi, menjadi cerminan ketegangan sosial dan ketidakpuasan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *