
Kericuhan Demonstrasi di DPR
Demonstrasi di depan Gedung DPR/MPR pada 25 dan 28 Agustus 2025 berujung ricuh, ditandai dengan pembakaran halte, kerusakan pos polisi, dan bentrokan massa dengan aparat. Aksi ini menuntut kebijakan tunjangan DPR dan akuntabilitas polisi atas kematian Affan Kurniawan, pengemudi ojek online yang tewas tertabrak kendaraan Brimob. Polisi menangkap lebih dari 1,000 orang, termasuk Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, Delpedro Marhaen, yang ditetapkan sebagai tersangka penghasutan.
Penangkapan Delpedro Marhaen
Delpedro Marhaen ditangkap pada 1 September 2025 pukul 22:45 WIB di kantor Lokataru Foundation, Pulo Gadung, Jakarta Timur, oleh Polda Metro Jaya. Penangkapan dilakukan tanpa surat perintah resmi, memicu kritik dari Lokataru dan aktivis HAM. Polisi menduga Delpedro menyebarkan narasi provokatif melalui akun Instagram @lokataru_foundation, mengajak pelajar dan anak di bawah umur untuk melakukan aksi anarkis. Salah satu unggahan berbunyi, “Are you a student? Want to demonstrate? Let’s fight together! #dontbeafraid,” yang kini telah dihapus.
Tuduhan Penghasutan dan Bukti Polisi
Polda Metro Jaya menjerat Delpedro dengan Pasal 160 KUHP (penghasutan), Pasal 45A ayat 3 jo Pasal 28 ayat 3 UU ITE, dan Pasal 76H jo Pasal 15 jo Pasal 87 UU Perlindungan Anak. Polisi menyebut Delpedro berkolaborasi dengan akun seperti @blokpolitikpelajar, yang diduga mempromosikan perusakan dan tutorial bom Molotov. Total enam tersangka ditetapkan, termasuk staf Lokataru, Muzaffar Salim, dan admin akun @gejayanmemanggil. Bukti digital dari laboratorium forensik polisi memperkuat tuduhan ini.
Kritik dari DPR dan Aktivis HAM
Anggota Komisi III DPR, Benny K. Harman, mempertanyakan penangkapan Delpedro, menyebutnya sebagai bentuk represi terhadap hak konstitusional warga untuk berekspresi. Ia menegaskan bahwa ajakan demonstrasi bukanlah penghasutan, dan polisi seharusnya fokus menangkap pelaku perusakan. Komnas HAM dan Amnesty International juga mengkritik penangkapan ini, menilai tuduhan penghasutan tidak berdasar dan prosedurnya melanggar HAM. Lokataru menyebut Delpedro dijadikan kambing hitam untuk membungkam kritik masyarakat sipil.
KPK Tetap Tegas Berantas Korupsi
Di tengah kericuhan, KPK tetap menunjukkan komitmen pemberantasan korupsi dengan menetapkan eks Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer (Noel) sebagai tersangka dalam kasus pemerasan sertifikasi K3. OTT pada 20 Agustus 2025 mengungkap aliran dana Rp81 miliar, dengan Noel diduga menerima Rp3 miliar dan motor Ducati. Presiden Prabowo Subianto mencopot Noel pada 22 Agustus 2025, menegaskan sikap tegas pemerintah terhadap korupsi. KPK juga menduga adanya tindak pidana pencucian uang, dengan penyitaan 24 kendaraan yang tidak sesuai LHKPN Noel.
Kontroversi Penangkapan dan Kebebasan Berekspresi

Penangkapan Delpedro memicu debat tentang kebebasan berekspresi di Indonesia. Lokataru mengecam tindakan polisi sebagai kriminalisasi, menyerukan solidaritas masyarakat sipil. Aktivis HAM Usman Hamid menyebut pasal penghasutan dalam KUHP dan UU ITE sebagai “pasal karet” yang membatasi kebebasan berpendapat. Sementara itu, polisi bersikukuh bahwa tindakan Delpedro melampaui hak berekspresi, dengan bukti digital yang menunjukkan keterlibatan dalam provokasi anarkis.
Kesimpulan: Tantangan Demokrasi dan Integritas
Kericuhan demo DPR dan penangkapan Delpedro Marhaen mencerminkan ketegangan antara kebebasan sipil dan keamanan publik. Sementara KPK menunjukkan langkah tegas melawan korupsi, penanganan demonstrasi memunculkan pertanyaan tentang profesionalisme aparat dan ruang demokrasi. Reformasi hukum yang lebih jelas dan penghormatan terhadap HAM diperlukan untuk mencegah kriminalisasi aktivis, sekaligus menjaga ketertiban umum.