
Xi Jinping Serukan Penentangan Dominasi Barat, Putin Tolak Negosiasi Trump Di tengah ketegangan geopolitik global, Presiden China Xi Jinping memanfaatkan Konferensi Tingkat Tinggi Organisasi Kerja Sama Shanghai (SCO) di Tianjin pada 1 September 2025 untuk mengajak Rusia, India, dan negara-negara non-Barat lainnya menantang dominasi Barat. Sementara itu, Presiden Rusia Vladimir Putin menegaskan penolakannya terhadap negosiasi dengan Presiden AS Donald Trump, menegaskan fokus pada kemitraan strategis dengan China dan sekutu lainnya.
KTT SCO: Panggung Penentangan Hegemoni Barat
Dalam pidatonya, Xi Jinping menyerukan tatanan global baru yang mengutamakan multilateralisme dan kepentingan negara-negara Global South. “Kita harus menentang hegemonisme dan politik kekuasaan,” ujar Xi, secara tersirat menyindir kebijakan tarif AS di bawah Trump. SCO, yang beranggotakan China, Rusia, India, Pakistan, Iran, dan beberapa negara Asia Tengah, diposisikan sebagai alternatif terhadap aliansi Barat seperti NATO. Pertemuan ini dihadiri lebih dari 20 pemimpin, termasuk Putin dan Perdana Menteri India Narendra Modi, menjadikannya KTT SCO terbesar sejak 2001.
Xi meluncurkan Global Governance Initiative, menekankan globalisasi ekonomi inklusif dan mengusulkan pembentukan bank pembangunan SCO untuk mengurangi ketergantungan pada dolar AS. Putin mendukung inisiatif ini, menyatakan bahwa SCO memperkuat stabilitas Eurasia dengan meningkatkan penggunaan mata uang nasional dalam transaksi. “Sistem ini lebih seimbang, tidak mengorbankan keamanan satu negara demi keuntungan lainnya,” kata Putin.
Putin Tolak Negosiasi dengan Trump
Di sela-sela KTT, Xi dan Putin membahas hubungan strategis mereka yang disebut “tanpa batas.” Namun, Putin menolak negosiasi dengan Trump terkait isu Ukraina, meskipun Trump berulang kali mengklaim dapat mengakhiri konflik tersebut. Menurut sumber, Trump meminta Putin tidak meningkatkan eskalasi di Ukraina, tetapi Putin tetap skeptis terhadap AS dan lebih memilih China sebagai penjamin potensial dalam perjanjian damai.

Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov membantah adanya komunikasi langsung antara Putin dan Trump, menyebut laporan tersebut sebagai “fiksi.” Putin juga menegaskan bahwa Rusia dan China akan terus melawan “pembendungan ganda” AS terhadap kedua negara.
India: Keseimbangan Antara Barat dan Timur
Kunjungan Modi ke China, yang pertama dalam tujuh tahun, menarik perhatian karena berlangsung di tengah ketegangan perdagangan dengan AS. Washington baru saja memberlakukan tarif 50% pada barang India terkait impor minyak Rusia. Modi menegaskan komitmen India untuk hubungan saling percaya dengan China, sementara Xi menekankan bahwa hubungan stabil dimungkinkan jika kedua negara saling memandang sebagai mitra.
Namun, India tetap berhati-hati. Sebagai anggota Quad (bersama AS, Jepang, dan Australia), India memiliki hubungan strategis dengan Barat untuk mengimbangi China. Analis seperti Harsh Pant dari Observer Research Foundation menilai bahwa India menghadapi tantangan dalam menavigasi kontradiksi antara BRICS, SCO, dan aliansi Barat. “India ingin menjaga hubungan dengan Rusia tanpa terjebak dalam polarisasi China-Barat,” ujarnya.
Kemitraan Rusia-China: Fondasi Ekonomi dan Militer
Hubungan Rusia-China semakin erat, ditopang oleh perdagangan bilateral senilai 244 miliar dolar AS pada 2024, dengan 95% transaksi menggunakan yuan dan rubel. Rusia menjadi pemasok energi utama China, sementara China menyediakan teknologi dan barang konsumsi. Kemitraan ini juga meluas ke kerja sama militer, dengan kontingen Tentara Pembebasan Rakyat China turut hadir dalam peringatan Hari Kemenangan Rusia pada Mei 2025.
Meski demikian, analis seperti Shi Yinhong dari Universitas Renmin memperingatkan bahwa dinamika diplomasi Trump-Putin dapat menggoyang kemitraan ini. “Banyak hal bisa berubah jika AS menawarkan keringanan sanksi kepada Rusia,” katanya.
Tantangan dan Prospek ke Depan
SCO dan kemitraan Rusia-China-India menandakan upaya kolektif untuk menciptakan tatanan global alternatif. Namun, ketegangan internal, seperti sengketa perbatasan China-India dan perbedaan kepentingan di BRICS, dapat menghambat kohesi. Sementara itu, penolakan Putin terhadap negosiasi dengan Trump menegaskan bahwa Rusia lebih memprioritaskan aliansi dengan China dan SCO ketimbang kompromi dengan Barat. Di tengah perang tarif dan sanksi AS, Xi Jinping dan Putin tampaknya semakin mantap membangun front anti-Barat. Namun, keberhasilan visi ini akan bergantung pada kemampuan mereka menjaga solidaritas di antara negara-negara non-Barat yang memiliki kepentingan beragam.